Pendapat Imam Syafi’i tentang Tauhid

1. Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Syafi’i mengatakan: “Barangsiapa bersumpah dengan menyebut salah satu asma’ Allah, kemudian melanggar sumpahnya, maka ia wajib membayar kaffarat. Dan barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut selain Allah, misalnya “demi Ka’bah”, “demi ayahku”, dan sebagainya, kemudian melanggar sumpah itu, maka ia tidak wajib membayar kaffarat.

Begitu pula apabila ia bersumpah dengan mengatakan “demi umurku”, ia tidak wajib membayar kaffarat. Namun, bersumpah dengan menyebut selain Allah adalah haram, dan dilarang berdasarkan hadits Nabi: “Sesungguhnya Allah melarang kamu untuk bersumpah dengan menyebut nenek moyang kamu. Siapa yang hendak bersumpah, maka bersumpahlah dengan menyebut asma’ Allah, atau lebih baik diam saja (Shahih al-Bukhary, Kitab al-Aiman wa an-Nadzair, II/530).

2. Imam Ibn al-Qayyim menuturkan dalam kitabnya Ijtima’ al-Juyusy, sebuah riwayat dari Imam Syafi’i, bahwa beliau berkata: “Berbicara tentang sunnah yang menjadi pegangan saya, Shahib-shahib (murid-murid) saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan saya ambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain, adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah, dan bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘Arsy dilangit, dan dekat dengan makhluk-Nya, terserah kehendak Allah, dan Allah itu turun ke langit terdekat kapan Allah berkehendak.

3. Imam adz-Dzahabi meriwayatkan dari al-Muzani, katanya, “Apabila ada orang yang dapat mengeluarkan unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid yang ada didalam hati saya, maka orang itu adalah Imam Syafi’i.”

Saya pernah dengar di masjid Cairo dengan beliau, ketika saya mendepat didepan beliau, dalam hati saya terdapat unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid. Kata hatiku, saya tahu bahwa seseorang tidak akan mengetahui ilmu yang ada pada diri Anda, maka apa sebenarnya yang ada pada diri Andar?

Tiba-tiba beliau marah, lalu bertanya: “Tahukah kamu, dimana kamu sekarang?” Saya menjawab: “Ya”. Beliau berkata : “Ini adalah tempat dimana Allah menenggelamkan Fir’aun. Apakah kamu tahu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa salam pernah menyuruh bertanya masalah yang ada dalam hatimu itu?”. “Tidak”, jawab saya. “Apakah para sahabat pernah membicarakan hal itu?”. “Tidak”, jawab saya. “Berapakah jumlah bintang dilangit?”, tanya beliau lagi. “Tidak tahu”, jawab saya. “Apakah kamu tahu jenis bintang-bintang itu, kapan terbitnya, kapan terbenamnya, dari bahan apa bintang-bintang itu diciptakan?”, tanya beliau. “Tudaj tahu” jawab saya. “Itu masalah makhluk yang kamu lihat dengan mata kepalamu, ternyata kamu tidak tahu. Mana mungkni kamu mau membicarakan tentang ilmu Pencipta makhluk itu”, kata beliau mengakhiri.

Kemudian beliau menanyakan kepada saya tentang masalah wudhu’, ternyata jawaban saya salah. Beliau lalu mengembangkan masalah itu menjadi empat masalah, ternyata jawaban saya juga tidak ada yang benar. Akhirnya beliau berkata: “Masalah yang kamu perlukan tiap hari lima kali saja tidak kamu pelajari. Tetapi kamu justru berupaya untuk mengetahui ilmu Allah. Ketika hal itu berbisik dalam hatimu. Kembali saja kepada firman Allah :

“Dan tuhanmu adalah Tuhan yang satu. Tidak ada tuhan (yang Haq) selain Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya didalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera yang berjalan dilautan dengan membawa barang-barang bermanfaat bagi manusia, dan air hujan yang diturunkan Allah dari langit dimana kemudian dengan air itu Allah hidupkan bumi setelah ia mati (gersang) dan Allah menyebarkan diatas bumi semua binatang melata, dan pengisaran angin dan awan yang direndahkan antara langit dan bumi, semuanya itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah: 163-164)

“Karenanya”, lanjut Iman Syafi’i, “Jadikanlah makhluk itu sebagai bukti atas kekuasaan Allah, dan janganlah kamu memaksa-maksa diri untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh akalmu.

4. Imam Ibn Abdil Bar meriwayatkan dari Yunus bin Abdul A’la, katanya, Saya mendengar Imam Syafi’i berkata: “Apabila kamu mendengar ada orang berkata bahwa nama itu berlainan dengan apa yang diberi nama, atau sesuatu itu berbeda dengan sesuatu itu, maka saksikanlah bahwa orang itu adalah kafir zindiq”

5. Dalam kitab ar-Risalah, Imam Syafi’i berkata: ” Segala puji bagi Allah yang memiliki sifat-sifat sebagaimana Dia mensifati diri-Nya, dan diatas yang disifati makhlukNya.”

6. Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya Syiar A’lam an-Nubala’ menuturkan dari Imam Syafi’i, kata beliau: “Kita menetapkan sifat-sifat Allah ini sebagaimana disebutkan didalam al-Quran dan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa salam, dan kita meniadakan tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya), sebagaimana Allah juga meniadakan tasybih itu dalam firmanNya:

“Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia.” (as-Syura: 11)

7. Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, “Saya mendengar Imam Syafi’i berkata tentang firman Allah:

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu (hari kiamat) benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (al-Muthaffifin :15)

“Ayat ini memberitahukan kita bahwa pada hari kiamat nanti ada orang-orang yang tidak terhalang, mereka dapat melihat Allah dengan jelas.”

8. Imam al-Lalaka’i menuturkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, “Saya datang kerumah Imam Syafi’i, ketika itu datang sebuah pertanyaan kepada beliau, “Apa pendapat Anda tentang firman Allah dalam surat al-Muthaffifin ayat 15, yang artinya, “Sekali-kali tidak, Sesungguhnya mereka pada hari itu terhalang dari (melihat) Tuhannya?”

Imam Syafi’i menjawab: “Apabila orang-orang itu tidak dapat melihat Allah karena dimurkai Allah, maka ini merupakan dalil bahwa orang-orang yang diridhai Allah akan dapat melihat-Nya.”

Ar-Rabi’ lalu bertanya: “Wahai Abu Abdillah, apakah anda berpendapat seperti itu?. “Ya, saya berpendapat seperti itu, dan itu saya yakini kepada Allah”, begitu jawab Iman Syafi’i.

9. Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan, katanya, Dihadapan Imam Syafi’i ada orang menyebut-nyebut nama Ibrahim bin Isma’il bin Ulayah. Kemudian Imam Syafi’i berkata: “Saya berbeda pendapat dengan dia dalam segala hal. Begitu pula dalam kalimat “La ilaha illallah” Saya tidak sependapat seperti pendapatnya. Saya mengatakan Allah berfirman kepada Nabi Musa secara langsung tanpa penghalang. Sedangkan dia mengatakan, bahwa ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa, Allah menciptakan ucapan-ucapan yan kemudian dapat didengar oleh Nabi Musa secara tidak langsung (ada penghalang).”

10 Imam al-Lalaka’i meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Syafi’i mengatakan: “Barangsiapa yang mengatakan bahwa al-Quran itu makhluk, maka dia telah menjadi kafir.

11. Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Muhammad az-Zubairi, katanya, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i, “benarkah al-Quran itu khaliq (pencipta)?”. Jawab beliau: “Tidak Benar.”. “Apakah al-Quran itu makhluk?”, tanyanya lagi. “Tidak”, jawab Imam Syafi’i. “Apakah al-Quran itu bukan makhluk?”, tanyanya berikutnya. “Ya, begitu”, jawab Imam Syafi’i.

Orang tadi bertanya lagi: “Mana buktinya bahwa al-Quran itu bukan makhluk?”. Imam Syafi’i kemudian mengangkat kepalanya, dan berkata: “Maukah kamu mengakui bahwa al-Quran itu Kalam Allah?”. “Ya, mau”, kata orang tadi. Imam syafi’i kemudian berkata: “Kamu telah didahului ayat:

“Dan jika diantara orang-orang musryik itu meminta perlindungan kepada kamu, maka lindungilah ia, supaya ia sempat mendengar Kalam Allah.” (at-Taubah: 6)

dan ayat:

“Dan Allah telah berbicara dengan Musa secara langsung.” (an-Nisa’: 164)

Imam Syafi’i kemudian berkata lagi kepada orang tersebut: “Maukah kamu mengakui bahwa Allah itu ada dan demikian pula KalamNya? atau Allah itu ada, sedangkan KalamNya belum ada?”. Allah ada, begitu pula Kalamnya.”

Mendengar jawaban itu Imam Syafi’i tersenyum, lalu berkata: “Wahai orang-orang kuffah, kamu akan membawakan sesuatu yang agung kepadaku, apabila kamu mengakui bahwa Allah itu ada semenjak zaman azali, begitu pula KalamNya. Lalu darimana kamu pernah punya pendapat bahwa Kalam itu Allah atau bukan Allah?”. Mendengar penegasan Imam Syafi’i, orang tadi terdiam, kemudian keluar.

12. Dalam kitab Juz al-I’tiqad, yang disebut-sebut sebagai karya Imam Syafi’i, dari riwayat Abu Thalib al-‘Isyari, ada sebuah keterangan sebagai berikut:

“Imam Syafi’i pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah, dan hal-hal yang perlu diimani, jawab beliau: “Allah Tabaraka wa ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa salam, yang siapapun dari umatnya tidak boleh menyimpang dari ketentuan seperti itu setelah memperoleh keterangan (hujjah). Apabila ia menyimpang dari ketentuan setelah ia memperoleh hujjah tersebut, maka kafirlah dia. Namun apabila ia menyimpang dari ketentuan sebelum ia memperoleh hujjah, maka hal itu tidap apa-apa baginya. Ia dimaafkan karena ketidaktahuannya itu. Sebab untuk mengetahui sifat-sifat Allah itu tidak mungkin dilakukan dengan akal dan pikiran, tetapi hanya berdasarkan keterangan-keterangan dari Allah. Bahwa Allah itu mendengar, Allah mempunyai dua tangan:

“Tetapi kedua tangan Allah itu terbuka” (al-Maidah: 64)

Dan bahwa Allah itu mempunyai tangan kanan

Dan langit itu dilipat tangan kanan Allah” (az-Zumar: 67)

Dan Allah juga punya wajah:

“Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah Allah” (al-Qashash: 88 )

“Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (ar-RahmanL 27)

Allah juga mempunyai telapak kaki, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa salam :

“Sehingga Allah meletakkan telapak kaki-Nya di Jahannam” (Shahih Bukhari, Kitab at-Tafsir, VII/594. Shahih Muslim, kitab al-Jannah, IV/2187)

Allah tertawa terhadap hamba-Nya yang mukmin, sesuai dengan sabda Rasululllah kepada orang yang terbunuh dalam jihad fi sabilillah, bahwa “kelah akan bertemu dengan Allah, dan Allah tertawa kepadanya” (Shahih Bukhari, kitab al-Jihad, VI/39. Shahih Muslim, kitab al-Imarat, III(1504)

Allah turun setiap malam ke langit yang terdekat dengan bumi, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa salam tentang hal itu. Mata Allah tidak pecak sebelah, sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa salam yang menyebutkan, bahwa “Dajjal itu pecak sebelah matanya. Sedangkan Allah tidak pecak sebelah mata-Nya”. (Shahih Bukhari, kitab al-Fitan, XIII/91. Shahih Muslim kitab al-Fitan, IV/2248 )

Orang-orang mukmin kelak akan melihat Allah pada hari kiamat dengan mata kepala mereka, seperti halnya mereka melihat bulan purnama. Allah juga punya jari jemari, berdasarkan hadit Nabi Shallallahu alaihi wa salam:

Tidak ada satu buah hati kecuali ia berada diantara jari-jari Allah ar-Rahman” (Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, IV/182. Sunan Ibn Majah, I/72, Mustadrak al-hakim, I/525. al-Ajiri, asy-syari’ah, hal. 317. Ibn Mnada, ar-Radd)

Pengertian sifat-sifat seperti ini, dimana Allah telah mensifati diri-Nya sendiri dan Nabi Shallallahu alaihi wa salam juga mensifatiNya, tidak dapat diketahui hakikatnya oleh akal dan pikiran. Orang yang tidak mendengar keterangan tentang hal itu tidak dapat disebut kafir. Apabila ia telah mendenga keterangan sendiri secara langsung, maka ia wajib meyakininya seperti halnya kita harus menetapkan sifat-sifat itu tanpa tasybih (menyerupakan) Allah dengan makhluk-Nya, sebagaimana juga Allah tidak menyerupakan makhluk apapun dengan diri-Nya, Allah berfirman:

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (asy-Syura: 11)

(sumber : Aqidah Imam Empat karangan Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais. Diterjemahkan oleh Ali Musa Ya’qub, MA)

3 Comments (+add yours?)

  1. nurul hidayati
    Mar 24, 2009 @ 15:22:13

    Assalamualaikum
    Tidak ada satu buah hati kecuali ia berada diantara jari-jari Allah ar-Rahman” (Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, IV/182. Sunan Ibn Majah, I/72, Mustadrak al-hakim, I/525. al-Ajiri, asy-syari’ah, hal. 317. Ibn Mnada, ar-Radd).
    “kira-kira kenapa dalam hadis muhammad terdapat kata-kata yang seakan-akan menyerupai organ manusia, apakah cuma perumpamaan aja?? padahal di sisi lain Allah berfirman”
    “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (asy-Syura: 11)
    Terimakasih

    Reply

  2. Abu Abdurrahman
    Apr 01, 2009 @ 20:40:44

    betul, tidak ada yang serupa denganNya, anda mengatakan itu karena anda berfikir jari-jari Allah sama dengan jari-jari Makhluk.

    Ingat, tidak boleh ada tasybih :)

    Reply

  3. arif
    Aug 01, 2012 @ 19:48:04

    alhamdulillah…saya berterima kasih sebab bertambah pengetahuan tentang agama

    Reply

Leave a comment